Saturday, 31 August 2019

Till We Meet Again

Just like season, people change. People come and go. 

Some people come and go and are forgotten. But there are other people who share a part in our destinies. They come, they go, but they are never forgotten. They come, they go, but even after they go, they're still here. They never really went anywhere. 

With a multitude of people that we just temporarily meet, we might feel sad when they finally decide to move on without us.
Sometimes we feel blessed when Allah did not let us to waste our time with people are do not appreciate us in their life. 
So, let them go. We may still alive without them. We still have a lot of important things to do. We still have vision and mission to complete as a servant of Allah. 

However, if you found someone who may change your life, who gave beautiful colors in your life,  who appreciate you, who love you, who be with you through thick and thin and who accept you to be a part of their life, you really need to appreciate their existence in your life. 
It is really hard to meet with someone who will left the best memories and the sweet moment in our life. 

Last night, I received  a special gift from someone who I just know her in these two months. Even I just only know her in a short term but she got an attraction to make me comfortable to be friends with her. I may talk with her like we already known each other in a long period. Yesterday is her last day working in Venture as she will start her new semester soon. I'm gonna miss her. 

Marina, 
We may be going far away, just know that you will always be in the back of my mind, wrapped around in countless memories. There will not be a day where I won't catch myself daydreaming about the times we spent together. I am grateful that we have many ways to communicate, but I know it won't be the same as seeing you in person.Whether we are near or far, the times we shared will always be in my heart. Saying goodbye is hard, but I know it won't be forever. All the best for your new semester. Study smart and may you pass all your semester with flying colors. Take care and may Allah blessed your journey. 
Till we meet again. Insyaa Allah. 😊


Thank you for the lovely gift ❤



Sincerely, 
Qusyaimah Rosman

Saturday, 24 August 2019

Pengalaman adalah Guru Terbaik

Jika saya ditanya tentang zaman yang paling saya rindui sepanjang kehidupan yang saya lalui, dengan yakin saya akan menjawab zaman kanak-kanak. Ya, zaman itulah zaman yang paling saya rindui. Seandainya saya diberi mesin masa untuk memutar kembali kehidupan saya, sudah semestinya saya akan kembali ke zaman itu. 


Ketika di universiti, saya dan rakan-rakan telah diberikan oleh pensyarah kami suatu tugasan untuk bercerita akan ujian hidup yang paling berat pernah kami tempuh. Pada ketika itu, tiada suatu perkara apa pun yang saya boleh ceritakan kerana saya rasakan sejak kecil hinggalah pada ketika itu, kehidupan saya berjalan dengan sangat lancar. Saya dapat tinggal di rumah yang selesa, saya boleh belajar dengan selesa, boleh ke sekolah seperti rakan-rakan yang lain, saya memperoleh keputusan peperiksaan yang baik, saya berjaya melangkah ke menara gading, saya punya rakan-rakan yang baik, saya ada kehidupan yang selesa kerana pada ketika itu pendapatan mama dan papa agak besar dan yang paling saya syukuri saya ada keluarga yang lengkap. Puas saya memerah otak untuk mencari idea untuk diceritakan pada ketika itu. Kosong. Terlalu banyak nikmat yang Allah bagi hingga tiada apa-apa kekurangan yang saya rasakan. 

Masa berlalu dengan sangat pantas seiring usia yang semakin bertambah. Alhamdulillah, usai menamatkan pengajian saya terus ditawarkan kerja yang bersesuaian dengan kelulusan saya. Pada ketika ini, kehidupan saya masih lagi lancar dan berjalan seperti biasa. Namun, langit tidak selalunya cerah. Pelangi juga tidak semestinya akan muncul selepas hujan. Pada ketika inilah Allah uji saya dengan pelbagai perkara sehingga menyebabkan saya tersungkur berkali-kali. Allah uji saya dengan ujian hati, ujian nafsu, ujian keluarga dan ujian kewangan. Semua ujian ini datang pada suatu waktu yang saya tidak pernah jangka. Saya tersungkur hingga saya rasakan saya tidak punya daya untuk bangkit kembali. 

Ujian yang paling hebat pernah saya lalui adalah ujian hati. Saya tersilap menyerahkan hati saya pada orang yang tidak tahu menghargai. Cinta saya dikhianati dan saya ditipu berkali-kali. Saya tidak pernah menyangka bahawa saya akan mengenali lelaki seperti itu. Dia sangat berani menipu identiti diri demi kepentingan peribadi dan nafsu sendiri. Walau sudah dua tahun berlalu, hati saya masih belum bisa melupakan dan memaafkan. Pembalasan Allah itu pasti ada. Jika tidak terjadi pada dirinya, Allah akan balas pada keturunannya. Bukan saya sombong untuk tidak memaafkan, tetapi kemaafan yang saya pernah beri dikhianati berkali-kali. Untuk apa lagi saya hulurkan kemaafan untuk manusia seperti itu? 

Tidak dapat saya bayangkan perasaan saya ketika satu-satu ujian itu menimpa diri saya. Saya yakin Allah uji saya ketika itu untuk melihat sejauh mana rasa pergantungan saya pada-Nya. Barang kali saya lalai dalam mengingatinya. Mungkin juga Dia tidak mahu saya terbuai dan hanyut dengan janji manis manusia. Saya rasa sangat sakit dengan ujian yang menimpa saya. Setiap malam saya menangis. Saya lemah. Saya runsing. Saya keseorangan melawan tekanan yang saya hadapi pada ketika itu. Saya hanya ada Allah tempat meluah rasa. Saya hanya ada Allah untuk melepaskan segala yang terbuku di hati. Tikar sejadah dan al-Quran menjadi saksi betapa siksanya dalam fasa untuk melepaskan diri dan bangkit kembali.

Hari demi hari, saya cuba muhasabah kembali diri mengapa saya diletakkan dalam situasi ini. Saya cuba renung kembali mengapa saya yang dipilih Ilahi. Walaupun ujian yang diberikan kepada saya terasa begitu berat, Allah tahu saya mampu untuk hadapinya. Allah tahu saya mampu mencari jalan terbaik untuk berhadapan dengan ujian yang Dia beri.


لا يكلف الله نفساً إلا وسعها 


Maksudnya: Bahawa Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya

(Al-Baqarah: 286)



Potongan ayat suci ini sering bermain-main di minda dan hati. Allah tahu saya mampu. Allah tahu saya kuat. Saya selalu yakinkan hati sendiri bahawa Allah bukan memberikan ujian tetapi sebaliknya Allah berikan hadiah dengan cara yang istimewa. Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk saya. Mana mungkin saya bisa bangkit dan berdiri semula jika bukan Allah pinjamkan kekuatan itu pada saya. 

Saya jarang meluah rasa pada manusia. Susah untuk kita bertemu dengan orang yang benar-benar ikhlas mendengar rintihan dan masalah kita. Dahulu, guru saya pernah berpesan, walau baik macam mana sekali pun seseorang dengan kita, biarlah aib dan keburukan kita hanya Allah yang tahu kerana suatu masa nanti orang yang pernah kita sayang, orang yang paling kita percaya itulah yang akan menjadi pengkhianat dalam kehidupan kita. Sandarkan segalanya pada Allah. Dia yang lebih mengerti. Dia yang paling memahami. Bahkan, ketika kita berbuat dosa Allah pelihara aib dan keburukan kita apatah lagi jika kita benar-benar bertaubat kepadanya. 

Saat saya menulis entri ini, saya baru sahaja menyelesaikan urusan mama saya. Mama kehilangan banyak darah kerana pendarahan yang teruk. Mama disahkan menghidapi fibroid. Saya melalui fasa kritikal di mana saya perlu menguruskan mama yang sakit dan juga perlu menyelesaikan tanggungjawab saya pada kerja-kerja yang tertangguh di pejabat. Alhamdulillah, entah dari mana Allah hadirkan kekuatan ini dalam diri saya. Semuanya milik Allah. Segala yang berlaku adalah kehendak-Nya. Saya mohon doa kalian yang membaca entri ini untuk mendoakan kesihatan mama saya. Barang kali ada dalam kalangan kalian yang mustajab doanya. Moga Allah limpahkan kebaikan buat kalian. Insyaa Allah. 

Sebelum saya mengakhiri entri ini, saya teringat akan kata-kata Buya Hamka dalam penulisannya. Siapalah saya untuk mengeluh dengan ujian yang Allah beri jika mahu dibandingkan dengan ujian yang dilalui oleh hamba-Nya yang terdahulu. Moga Allah kurniakan kita kekuatan untuk menempuhi ranjau dalam kehidupan ini. Insyaa- Allah. 

“Manakah yang besar penderitaan kita dengan penderitaan Nabi Adam? Yang di dalam surga bersenang-senang dengan istrinya, lalu disuruh ke luar. Dan manakah yang susah penderitaan kita dengan penderitaan Nabi Nuh, yang menyeru umat kepada Islam, padahal anaknya sendiri tidak mau mengikuti? Sehingga seketika disuruh Tuhan segala ahli kerabatnya naik perahu, anak itu tidak ikut. Malah ikut karam dengan orang banyak di dalam gulungan banjir. Di hadapan matanya! Dan kemudian datang pula vonis Tuhan bahwa anak itu bukan keluarganya.

Pernahkah kita lihat cobaan serupa yang ditanggung Ibrahim? Disuruh menyembelih anak untuk ujian, ke manakah dia lebih cinta, kepada Tuhannyakah atau kepada anaknya? 

Yakub dipisahkan dari Yusufnya.

Yusuf diperdayakan seorang perempuan.

Ayub ditimpa penyakit yang parah.

Daud dan Sulaiman kena bermacam-macam fitnah. Demikian juga Zakaria dan Yahya. Yang memberikan jiwa mereka untuk korban keyakinan. Isa al-Masih pun demikian pula. Muhammad lebih-lebih lagi.

Pernahkah mereka mengeluh? 

Tidak, karena mereka yakin bahwa kepercayaan kepada Tuhan menghendaki perjuangan dan keteguhan. Mereka tidak menuntut kemenangan lahir. Sebab mereka menang terus.

Mereka memikul beban seberat itu, menjadi Rasul Allah, memikul perintah Tuhan karena cintakan manusia. Oleh karena itu mereka tempuh kesusahan, pertama membuktikan cinta akan Tuhan, kedua menggembleng batin, ketiga karna rahim yang sayang dan segenap umat."


Hamba yang kerdil, 
Qusyaimah Rosman

Tuesday, 13 August 2019

We Belongs to Allah

She was pretty...

She spent half of her life plucking, waxing, moisturizing, dieting, exercising, brushing, applying make up, tucking this, hiding that, buying this and buying that.

Wore clothes that hung gracefully to her shape, accessories to add taste, fake eyelashes here, fake extension there, piercing this and even willing to do the plastic surgery.

"It is my body," she argued to those who criticized her.

Then, came the day when she died. She was shrouded with just a plain white cloth.

She was left to lay in the dirt where her body will disintegrate to nothing as the maggots feast on the skins she used to take so much care of.

"This is my body," she had argued.

It was never hers but was given by Allah. It belongs to Allah. Only Allah. For it was hers, she'd never have left it behind.

"Indeed we belong to Allah, and indeed to Him we will return." (Quran, 2:156)


Self reminder, 
Qusyaimah Rosman